Wali Kota nonaktif Dumai Zulkifli Adnan Singkah didakwa memberi suap Rp 550 juta dan 35 ribu dolar Singapura kepada eks pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo dan Rifa Surya. Suap diberikan untuk pengurusan Dana Alokasi Khusus Anggaran Pendapatan Belanja Negara (DAK APBN) Tahun Anggaran 2017, Dana Alokasi Khusus Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (DAK APBN P) TA 2017, dan DAK APBN TA 2018 untuk Kota Dumai. "Pengadilan Negeri Pekanbaru berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini, melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan SGD35.000," kata jaksa di Pengadilan Negeri Pekanbaru seperti dikutip dari surat dakwaan, Kamis (1/4/2021).
Saat itu Yaya Purnomo menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II, Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Fisik II dan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik. Jaksa menguraikan pada pertengahan tahun 2016, setelah Pemerintah Kota Dumai memasukkan usulan DAK APBN TA 2017 melalui sistem e planning, terdakwa memerintahkan Marjoko Santoso yang menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Dumai untuk melakukan pengurusan DAK APBN TA 2017 Kota Dumai melalui Yaya Purnomo. Atas perintah Terdakwa, lanjut jaksa, pada Agustus 2016 bertempat di restoran Hotel Aryaduta Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun No.44 48 Jakarta, Marjoko menemui Yaya yang pada saat itu hadir bersama dengan Rifa.
Selanjutnya, Marjoko menyampaikan permintaan terdakwa kepada keduanya untuk melakukan pengurusan DAK APBN TA 2017 Kota Dumai di bidang pendidikan, jalan, dan rumah sakit. "Atas permintaan tersebut, Yaya Purnomo dan Rifa Surya menyanggupinya," ujar jaksa. Pada saat pertemuan tersebut, pengajuan usulan DAK APBN TA 2017 Kota Dumai dalam tahap belum diverifikasi oleh Kementerian Keuangan karena Pemerintah Kota Dumai belum memiliki kode admin tingkat nasional.
Rifa kemudian memberikan kode admin kepada Marjoko. Pada pertemuan tersebut Marjoko juga menyerahkan proposal berisi usulan DAK APBN Tahun 2017 Kota Dumai dengan usulan sebesar Rp154.873.690.000 kepada Yaya dan Rifa untuk dilakukan analisa dan verifikasi. Pertemuan pun kembali digelar.
Sekira September 2016 bertempat di Lobi Hotel Santika, Jakarta Pusat, Zulkifli ditemani Marjoko menemui Yaya dan Rifa. Dalam pertemuan tersebut, Rifa juga menginformasikan kepada terdakwa bahwa usulan program yang akan dikawal Rifa dan Yaya adalah program di bidang kesehatan dengan peruntukannya adalah untuk pembangunan fisik rumah sakit dan pengadaan alat kesehatan. Yaya dan Rifa mengatakan terdakwa harus memenuhi fee pengurusan DAK tersebut yaitu antara 2,5% sampai dengan 3% dari nilai pagu yang ditetapkan. Atas tawaran itu, terdakwa menyanggupinya.
Kemudian pada awal November 2016 berdasarkan alokasi DAK APBN TA 2017 yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, untuk Kota Dumai memperoleh DAK Penugasan di bidang kesehatan (RS Rujukan dan Pratama) sebesar Rp13.926.281.000. Setelah Kota Dumai memperoleh DAK Penugasan di bidang kesehatan yang bersumber dari APBN TA 2017 tersebut, atas perintah Terdakwa, kata jaksa, Marjoko menyerahkan uang pengurusan sebesar Rp100 juta kepada Yaya dan Rida di Bandara Soekarno Hatta. "Uang tersebut kemudian dibagi dua, untuk Yaya Purnomo dan Rifa Surya masing masing sebesar Rp50 juta," ujar jaksa.
Selanjutnya uang pun kembali diberikan secara bertahap pada Yaya dan Rifa yakni Rp250 juta. Uang tersebut kemudian dibagi dua, untuk Yaya Purnomo dan Rifa Surya masing masing sebesar Rp112,5 juta sedangkan sisanya sebesar Rp25 juta diberikan oleh Rifa kepada Marjoko. Suap selanjutnya berkaitan dengan dana DAK pemerintah Kota Dumai pada akhir 2016, yang saat itu mengalami kurang bayar sebesar Rp22.354.720.000.
Untuk membahas masalah ini, maka diadakan rapat antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Dumai, terkait masalah DAK TA 2016 yang kurang bayar tersebut. Pada akhirnya diperoleh kesepakatan akan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Murni 2017 Kota Dumai sebagai hutang atas pembayaran pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan. Berdasarkan hasil rapat tersebut maka BPKAD melakukan inventarisasi ulang untuk memilah mana saja kegiatan yang sudah selesai 100% tetapi belum bisa dibayarkan dengan DAK TA 2016 untuk kemudian dilaporkan ke Kementerian Keuangan.
Singkat cerita, setelah Marjoko bertemu dengan Rifa untuk membahas hal ini. Yaya kemudian mengontak Marjoko dan menyanggupi akan membantu terdakwa dengan syarat adanya ketentuan fee seperti sebelumnya. Selanjutnya terdakwa memanggil Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Dumai, Sya'ari bahwa Kota Dumai berpeluang memperoleh DAK APBN P TA 2017 di bidang pendidikan dengan syarat harus memberikan komitmen fee sebesar 2% dari pagu anggaran untuk Yaya dan Rifa.
Terdakwa selanjutnya memerintahkan Sya'ari untuk mencari pihak rekanan yang mampu menyiapkan komitmen fee tersebut. Arif Budiman dan Mas Hudi, rekanan yang menyanggupi permintaan Sya'ari diberikan proyek kegiatan paket pekerjaan yang bersumber dari APBN P TA 2017. Kedua rekanan harus memberikan fee masing masing sebesar Rp150 juta dan Rp50 juta untuk diberikan pada Yaya.
Berlanjut pada DAK APBN TA 2018 Kota Dumai bidang RSUD dan infrastruktur jalan, Zulkifli kembali meminta bantuan Yaya dan Rifa agar alokasi DAK APBN TA 2018 untuk Kota Dumai ditetapkan sebesar Rp20.599.537.000 dapat cair untuk bidang rumah sakit rujukan. Untuk DAK TA 2018 ini, terdakwa memberikan fee 35 ribu dolar Singapura. Atas perbuatannya, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, Zulkifli juga didakwa menerima gratifikasi uang dan fasilitas hotel dari sejumlah pengusaha sejumlah Rp3.940.203.152. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B Undang undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.